Kader PKS, Belajarlah Pada Pramugari
Sepanjang pengamatan saya, hal yang paling banyak dijadikan sebagai tamsil oleh Presiden PKS, M. Anis Matta adalah PKS selalu diidentikkan dengan pesawat terbang. Ya, ada beberapa target yang menjadi fokus Presiden PKS saat menyandingkan organisasi (Haikal/tanzhim/Haiah) PKS dengan konstruksi pesawat. Istilah-istilah di dunia dirgantara nampak mentereng; take off, landing, turbulensi, cuaca cerah/berawan, bahkan ketepatan waktu.
Namun yang belum tersentuh oleh dialektika dan taujih-taujih Presiden PKS adalah, masalah pelayanan paripurna yang dilakukan kru pesawat dari mulai pilot, pramugara/i, hingga petugas di landasan.
Coba perhatikan, pilot dan copilot selalu standby dalam kokpit pesawat. Sebelum penumpang naik, ia lakukan berulang kali chek and rechek terhadap kondisi pesawat dari segala unsur. Perhatikan pula petugas darat di landasan. Semua memastikan, kondisi pesawat fit dan sesuai alat ukur yang berlaku. Tidak ada pilot copilot yang jalan-jalan, datang terlambat, pun demikian sama dengan petugas di lapangan. Semua memposisikan pesawat sebagai asset paling berharga. Berkaitan dengan masa depan organisasi, selain tentunya keselamatan penumpang dan target ke tujuan.
Hal yang sama dilakukan seluruh kru pesawat. Selain standby di pesawat dan memastikan kerapihan, kebersihan, dan kenyamanan di dalam pesawat. Ternyata, seluruh kru pramugara/i sudah dilatih untuk memberi servis atau pelayanan terbaik untuk para penumpang pesawat yang mereka awaki.
Selama saya menaiki pesawat dengan rute internasional. Saya hampir tidak menemukan wajah-wajah lesu apalagi suram yang tersemburat. Semua menampilkan keceriaan, menyambut semua penumpang tanpa pilih kasih dengan hamparan senyum segar. Mereka tak peduli, penumpang itu tampilannya seperti apa, datang dari mana, sukunya apa, bahasa yang sehari-hari digunakan apa. Pokoknya, ketika semua sudah siap bayar tiket dan siap bergabung menempuh perjalanan yang ditentukan. Semua disambut welcome! ahlan wasahlan! wilujeng sumping! sugeng rawuh!
Paling tidak, ada karakter positif yang bisa ditiru dari manual activity pramugara/i:
Pertama: Sebelum take off atau dalam keadaan pesawat terguncang, pramugara/i tak kenal lelah mengingatkan agar seluruh penumpang mengenakan sabuk pengaman, menyimpan barang di atas bagasi, meluruskan sandaran kursi, melipat meja. Jika darurat terjadi, harus siap-siap meraih oksigen dan tentunya semua harus memahami dan membaca buku petunjuk keselamatan.
Kedua: Di saat sukses take off, semua pramugara/i sibuk memberi layanan logistik yang cukup bagi seluruh penumpang. Makanan/minuman jelas sesuai standar halal bagi muslim/ah. Saya lihat, pramugara/i itu baru bisa menikmati "jatah makanan/minuman" setelah semua jatah penumpang tersajikan.
Ketiga: Seluruh pramugara/i rata-rata memiliki tabungan kesabaran lebih. Mengingat yang naik pesawat tak semuanya orang kota, intelek, atau yang terbiasa berpesawat ria. Maka tak jarang beberapa penumpang keliru memakai sabuk pengaman, tak tahu membersihkan bekas BAK/BAB di toilet, tak tahu menghidupkan audio, atau salah dalam bertutur bahasa. Pramugara/i jembar hati mau memaafkan dengan senyuman terkembang.
Keempat: Saat turbulensi terjadi, kita akan perhatikan kru pesawat lebih dahulu memperhatikan keselamatan penumpang. Saya pernah melihat, saat pesawat bergoyang keras, beberapa pramugara/i malah sibuk memerika sabung pengaman penumpang. Kendati untuk itu, mereka terbentur ke kanan dan ke kiri.
Kelima: Menjadi kru pesawat perlu proses gemblengan pendidikan secara serius dan simultan. Tidak asal-asalan dengan skor dan standar yang berlaku di level internasional. Malah untuk menjadi komandan kru, diperlukan training dan pengalaman jam terbang. Ini untuk kru pesawat. Tentu untuk pilot dan copilot, standarnya sudah lazim diketahui.
Singkat kata, kelima elemen di atas sejatinya harus mendarah daging dalam jiwa kader yang menjadi kru pesawat bernama PKS. Persis seperti yang dikatakan M. Anis Matta saat apel Siaga di Jakarta, "Tahun 2004 kita merebut Jakarta bukan karena jumlah kita sangat banyak, tetapi amal kitalah yang banyak. Tahun 2004 itu kita merebut Jakarta bukan karena uang kita yang banyak, tapi pelayanan kitalah yang banyak. Tahun 2004 itu kita merebut Jakarta bukan karena kita ramai di media, tetapi kita ramai dirumah-rumah warga."
(By: Nandang Burhanudin)
0 komentar :
Posting Komentar